Suatu hari Bapak bertanya,” kamu
mau jadi apa ?”
Aku menjawab “gak tau Pak, belum
tahu pengin jadi apa…”
Jadi guru aja, y
Gak mau, (dulu) jadi guru kayak
bapak susah. Mau beli apa-apa kudu nunggu ada duit lebih.
Jadi pegawai negeri aja, cocok
buat perempuan…berangkat pagi sambil antar anak sekolah pulang siang pas anak
pulang sekolah.
Kayaknya enggak deh, Pak, saya
gak betah duduk di belakang meja mengerjakan hal-hal yang sama bertahun-tahun.
Beberapa tahun berikutnya, Bapak
kembali bertanya
“kamu mau lanjutin sekolah kemana
?”
Saya gak pengin kuliah, Pak,
kasihan Bapak udah pensiun dan kuliah butuh biaya banyak.
Y, gak papa itu udah kewajiban
Bapak. Trus kalo kamu gak kuliah kamu mau apa ?
Saya pengin kerja aja, Pak, nanti
saya kuliah dengan biaya saya sendiri.
Kalo itu mau kamu, gini aja…kamu
coba ikut aja UMPTN buat pengalaman. Kalo lolos nanti Bapak carikan biayanya. Kalo
kamu gak lolos, kamu boleh kerja. Tapi janji sama Bapak, kuliah buat nambah
pengalaman dan wawasanmu.
Baik, Pak, saya janji
Tiap moment selalu bisa kita
petik tak selalu pada saat itu. Setelah beberapa jam, hari, minggu, bulan
bahkan bertahun-tahun kemudian. Beruntunglah aku masih bisa menikmati ingatan
moment-moment sederhana dengan Bapak rohimakumullah hingga seperti sekarang
saya berdiri dan hidup.
Ada beberapa penyesalan mengapa
dulu kita tidak begini tak begitu. Tapi kita tak mungkin hidup pada penyesalan.
Ada beberapa moment yang memang
harus kita lewati dengan menyakitkan, menyedihkan dan kita tak mau lagi membuka
lembaran itu.
Tapi itulah episode hidup yang
memang sudah kita lewati dan tak akan berkubang pada satu moment gelap itu. Kalo
tak melewati proses itu bagaimana kita akan mensyukuri moment terang
berikutnya. Apalah arti awan gelap yang berarak kalo kita tahu dibaliknya ada
matahari memancarkan cahayanya yang luar biasa.
I never lose, I win or I learn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar